Ali bin Abi Tholib pernah berpesan, ”Kebaikan yang tidak diorganisir dengan baik akan dengan mudah dihancurkan oleh kemungkaran yang diorganisir dengan baik.”
Melihat fenomena yang terjadi saat ini, pemerintah mulai tersadar dan perlu melakukan perbaikan. Banyak persoalan bangsa yang perlu diselesaikan, terutama yang menyangkut perilaku. Untuk itulah mulai tahun 2010 pemerintah mencanangka pendidikan karakter. Bahkan dalam Kementerian Pendidikan Nasional disampaikan bahwa pendidikan karakter ini menjadi program unggulan pemerintah tahun 2010 sampai 2015. Begitu seriusnya, ada 16 kementerian yang dilibatkan dalam pembangunan karakter bangsa.
Latar Belakang
Pertama, nilai budaya bangsa mulai memudar. Julukan bangsa yang santun telah menjauh dari negeri tercinta ini. Begitu mudahnya masyarakat kita diadu domba. Para pelajar dan mahasiswa yang notabene kaum cendekia sering melakukan tindak anarkhi. Begitu juga para pejabat yang kalah dalam berebut kekuasaan, melakukan tindak yang tidak terpuji. Inilah yang kemudian memicu munculnya disintegrasi bangsa.
Kedua, nilai-nilai kehidupan sudah bergeser. Budaya malu berbuat jelek hampir pudar. Dulu jika ada muda mudi yang mau berduaan terasa malu. Justru saat ini kita malu ketika melihat remaja berduaan. Bahkan kebih dari itu, untuk berbuat asusila seolah menjadi bebas. Lebih memprihatinkan bahwa tidak sedikit pejabat yang terkena razia dengan kasus amoral. Inilah fenomena yang sering dijumpai.
Persoalan yang tidak kalah serunya adalah tentang korupsi. Korupsi di Indonesia telah menduduki rangking atas, berkutat pada urutan ketiga sampai kelima. Kasus terbaru yang menjadi perbincangan serius adalah ”Gayus”. Kasus ini menjadi potret buram pemerintahan saat ini.
Narkoba yang jelas-jelas telah menghancurkan masa depan anak bangsa begitu nyata. Bahkan di negeri tercinta telah menjadi tempat memproduksi benda yang berbahaya itu. Jaringan narkoba dibangun mulai internasional dan mengakar sampai pelajar.
Pergeseran nilai itu muncul karena kemungkaran telah diorganisir dengan baik. Kasus amoral, korupsi, dan jaringan narkoba begitu diminij dengan baik. Seolah-olah tidak ada, tetapi fakta begitu menggurita hingga menjadi ancaman masa depan anak bangsa. Sementara yang namanya kebaikan hanya ada di mimbar-mimbar, belum diminij dengan baik. Begitu di pasar, di gedung-gedung kehormatan, di jalan-jalan kembali masuk dalam perangkap setan.
Ketiga, melemahnya kemandirian bangsa. Dalam banyak hal, bangsa kita telah dinilai kurang mandiri. Banyak ketergantungan pada negara lain. Bahkan kewibawaan bangsa ini mulai memudar di mata dunia. Persoalan ini pun diikuti oleh anak-anak remaja. Anak-anak kita saat ini kurang tangguh, kurang mandiri, dan banyak bergantung pada yang lain.
Keempat, keterbatasan perangkat. Belum dijumpai manajemen kebaikan yang efektif dalam menanggulangi persoalan bangsa, baik kasus amoral, korupsi, narkoba, maupun perilaku buruk lainnya.
Melihat problem begitu komplek maka dibutuhkan pendidikan karakter yang dibangun lewat pendidikan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Inilah bentuk manejemen kebaikan untuk bisa menghalau kemungkaran yang saat ini teleh diminij dengan baik.
Pelaksanaan Pendidikan Karakter:
Pendidikan karakter telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) pemerintah tahun 2005 hingga 2025. Tahun 2010 sampai 2015 pendidikan karakter menjadi program unggulan. Tahun 2012 diharapkan 25% sekolah di Indonesia bisa menerapkan pedidikan karakter. Untuk tahun 2015 diharapkan semua sekolah telah melaksanakan pendidikan karakter. (Media Indonesia)
Ada empat karakter yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Pertama olah hati, yaitu mengembangkan aset yang terkait dengan Tuhan (hablum minallah) sehingga bisa bekerja dengan ikhlas. Kedua olah rasa/karsa, yaitu mengembangkan aset yang terkait dengan hubungan antar sesama (hablum minannas). Ketiga olah pikir, yaitu mengembangkan aset yang terkait dengan akal agar bisa berfikir jernih dan cerdas. Keempat olah raga, yaitu mengembangkan aset fisik agar selalu sehat dan bisa bekerja dengan keras.
Pendidikan karakter bukanlah materi khusus dan bukan hanya tanggung jawab guru agama dan PPKn. Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab semua pemangku kepentingan. Semua guru terlibat dalam mengawal pendidikan karakter.
Minimal ada empat hal dalam pengembangan pendidikan karakter. Pertama, pendidikan karakter terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Tentunya akan bisa dilihat dalam lesson plan karena lesson plan adalah standar operasional pelaksanaan (SOP) guru dalam proses pembelajaran. Kedua, pendidikan karakter terbangun dalam budaya sekolah. Ketiga, pendidikan karakter terlihat dalam kegiatan ekstra kurikuler. Keempat, membangun sinergi sekolah dan rumah dalam mengawal perilaku mulia pada anak.
Strategi Pendidikan Karakter:
Ada beberapa strategi yang dilakukan pemerintah dalam membangun pendidikan karakter. Pertama, adanya sosialisasi baik di media maupun ke semua instansi untuk penyadaran akan pentingnya pendidikan karakter. Kedua, pengembangan melalui pendidikan, baik formal, non formal, maupun informal. Ketiga, metode yang digunakan adalah intervensi regulasi, pelatihan, workshop, seminan, dan pembiasaan. Keempat, pembedayaan semua pemangku kepentingan (orang tua, sekolah, ormas, dsb.) agar berperan aktif dalam pendidikan karakter. Kelima, Pembudayaan berkarakter dibina dan dikuatkan dengan penanaman nilai-nilai kehidupan agar menjadi budaya. Keenam, membangun kerjasama sinergi antara semua pemangku kepentingan.
NAJIB SULHAN M.A
Penulis dan Trainer Pendidikan Berbasis Karakter
Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya & Dewan Redaksi Majalah LAZISMU Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar