Rabu, 10 Oktober 2012

KETELADANAN DUA GENERASI


Oleh : Nadjib Sulhan, M.A.
“Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi dalam tidurku, bahwa aku menyembelih engkau, maka perhatikanlah bagaimana pendapatmu? Anaknya menjawab: Wahai ayahku, kerjakan apa yang diperintahkan Allah, ayah akan mendapati bahwa aku berhati sabar, insya-Allah”
     Dialog di atas bukan sebuah drama di layar kaca, juga bukan pementasan di panggung terbuka. Dialog itu adalah kisah nyata sebuah mimpi yang penuh makna dan sangat istimewa. Sebuah pengorbanan dua generasi yang senantiasa menjaga nilai-nilai kesucian dalam mengabdi. Sampai-sampai harus diabadikan di dalam kitab suci dan dijadikan keteladanan bagi semua umat manusia dalam pengorbanan dan ketaatan.
     Dambaan semua orang tua adalah memiliki anak yang soleh, yaitu taat kepada perintah Allah dan patuh kepada orang tua. Gambaran itu ada pada sosok Nabi Ismail as yang tangguh, patuh, sabar, dan taat dalam menjalankan perintah Allah. Seberat apapun perintah yang harus dihadapi, tidak ada penolakan sedikitpun jika itu adalah kebenaran yang datangnya dari Allah..
     Lingkungan keluarga telah mengantarkan Nabi Ismail as menjadi sosok generasi muda yang istimewa. Sesuatu yang mustahil seorang anak bisa menerima begitu saja tanpa sebab. Nabi Ibrahim as yang tegas dalam membangun komitmen ketaatan menjadi figur panutan bagi anaknya.  Begitu juga hajar yang sabar telah mengantar Nabi Ismail as menjadi orang yang sabar dalam menghadapi ujian.
     Sulit dibayangkan jika di dalam keluarga yang penuh kedustaan, kedurhakaan, dan kekufuran, tiba-tiba melahirkan sosok yang istimewa seperti Nabi Ismail as. Inilah gambaran dua generasi yang perlu diteladani. Generasi tua yang bisa menjadi panutan dan generasi muda yang senantiasa menjaga rasa hormat kepada Allah dan kepatuhan dalam beribadah.
     Masih adakah sosok ayah dan pemimpin negara seperti Nabi Ibrahim as saat ini. Perilaku dan kata-katanya bisa menjadi keteladanan bagi anak, bagi generasi muda.  Nabi Ibrahim as rela mengorbankan harta yang paling dicintai, yaitu putra semata wayang, Nabi Ismail as yang masih belia. Demi ketaatan menjalankan perintah Allah, apapun dilakukan jika itu adalah perintah yang pasti kebenarannya.
     Belum lagi cara komunikasi yang begitu mulia dari seorang ayah kepada anak. Meskipun sesungguhnya Nabi Ibrahim a.s. bisa melakukan apa saja saat menerima perintah melalui mimpi itu. Sebagai seorang yang bijaksana, bukan arogansi kekuasaan yang dilakukan, tetapi dikomunikasikan dengan baik. Begitu juga dengan Nabi Ismail a.s. setiap saat melihat sosok orang tua yang selalu taat, maka tidak ada kata lain, kecuali hanya sami'na wa atho'na, yaitu mendengar dan menjalankan perintah yang tidak diragukan kebenaranya dari Allah. Ini adalah keteladanan dua generasi yang perlu dijadikan rujukan untuk membangun masa depan bangsa ini.
     Justru kebanyakan yang terjadi saat ini kondisi berbalik. Banyak generasi tua dan para penguasa yang rela mengorbankan generasi muda, rela mengorbankan ketaatan kepada Allah, dan tidak lagi menjunjung nilai-nilai kemuliaan, hanya untuk mengejar keduniaan, mengejar kedudukan, dan mememenuhi nafsu serakah. Tidak peduli masa depan anak-anak kelak, tidak peduli nasib bangsa yang akan datang, yang penting bisa meraih kekuasaan, mumpung ada kesempatan, kemungkaranpun tak segan-segan untuk dilakukan.
     Arogansi kekuasaan tercermin di dalam tingkah laku dan ucapan sehari-hari. Penguasa lebih banyak basa-basi daripada aksi nyata. Keberpihakan menjadi fenomena yang tak diragukan. Ketegasan hanya dilakukan kepada orang-orang yang lemah. Korupsi bukan lagi secara individual, tetapi telah menjadi sistem kelembagaan. Kebohongan telah diorganisir dengan rapi.
     Hal yang sangat wajar jika anak-anak kehilangan figur panutan. Ujung-ujungnya, anak-anak remaja menjadi sosok yang paling disalahkan.  Sikap dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
     Ketika orang tua tidak lagi menjadi figur panutan di rumah. Ketika guru tidak lagi bisa dijadikan teladan di sekolah. Ketika pimpinan tak lagi mencerminkan nilai-nilai kemuliaan dan hanya berebut kekuasaan. Jangan disalahkan jika generasi muda salah dalam menentukan jalan. Justru generasi tua harus menyadari bahwa generasi muda butuh bimbingan dan keteladanan.
     Sungguh ini menjadi agenda besar untuk bisa menata kembali generasi mendatang di negeri ini.  Pelajaran dari ketaatan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as perlu dijadikan teladan. Semangat berkurban yang diabadikan di dalam Al-Qur'an perlu diwujudkan. Untuk ketaatan kepada Allah, untuk membangun negeri ini, maka butuh pengorbanan. Jika orang tua bisa dijadikan teladan. Jika penguasa tidak lagi berebut kekuasaan. Jika semua mau menjunjung nilai-nilai kebenaran. Maka inilah sebuah pengorbanan yang akan dijadikan rujukan bagi generasi yang akan datang.

Penulis adalah anggota dewan Redaksi Majalah LAZISMU & Penulis Buku-buku Pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KADO RAMADHAN

KADO RAMADHAN

Jadual Imsakiyah Ramadhan 1437 H

Jadual Imsakiyah Ramadhan 1437 H

AKSI BERSAMA LAZISMU

AKSI BERSAMA LAZISMU

Tanggap Bencana

Tanggap Bencana

CIMB NIAGA SYARIAH