Jumat, 15 Agustus 2014

JANGANLAH KITA KUFUR DENGAN NIKMAT KEMERDEKAAN


Oleh : Sunarko SAg (Bendahara LAZISMU)

Kata rahmat menurut pengertian bahasa, sebagaimana di jelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah : kasih sayang, kerahiman, karunia (Allah), yakni kasih sayang atau karunia Allah yang dilimpahkan-Nya yang merupakan kenikmatan batin dan kepuasan ruhaniyah yang diraih degan cara yang tidak ringan dan mudah. Oleh karena itu setiap apa saja yang berupa kenikmatan, kesenangan, keberuntungan, kemenangan, kebebasan, kemerdekaan, kelapangan dan lain-lannya, semua itu adalah termasuk kategori rahmat.

Rahmat adalah merupakan nikmat yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Jika dikaitkan dengan kemerdekaan Negara kita, maka kemerdekaan itu dirasakan sebagai satu rahmat ilahi, sekaligus nikmat yang demikian besar yang patut disyukuri.

Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu ingkar, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim, ayat 7).

MENSYUKURI NIKMAT

Bersyukur kepada Allah SWT itu adalah kewajiban ummat manusia, mengingat banyaknya karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya. Alangkah jahilnya orang yang tidak menghitung dan memperhatikan kurnia Tuhan kepadanya, mulai dari kebutuhan yang paling kecil, sampai kepada yang paling besar, pada hakekatnya semua itu datang dari Allah SWT. Begitu besarnya nikmat yang diberikan kepada manusia, sehingga kalau kita mau menghitung nikmat Allah tentu kita tidak akan pernah sanggup untuk menghitungnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. An-Nahl, ayat 18).

Perintah mensyukuri nikmat merupakan ajaran Islam yang sangat mudah dicerna secara logika. Sebab bersyukur itu mengisyaratkan ungkapan rasa puas dengan apa yang telah diperoleh dan dicapai. Ungkapan rasa puas itu merupakan penghayatan atas nikmat. Dan menghayati nikmat itu sendiri tidak lain adalah menikmati rahmat yang telah diperoleh itu sehingga akan terasa nikmat.



Syukur nikmat itu sendiri ada tiga dimensi: Pertama, Asy-syukru bi al-janan (syukur dengan hati). Yaitu ungkapan kepuasan dalam batin atas anugerahyang telah diperoleh. Syukur dalam hati merupakan aktivitas batin yang akan menggerakkan pelakunya lebih dekat lagi kepada pemberi nikmat, yakni Allah SWT atas anugerah yang diperolehnya, dengan suatu ikrar terhadap diri sendiri untuk selalu taat kepada ajaran-Nya, sekaligus akan melaksanakan setiap perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebab ia menyadari, tanpa pertolongan dari-Nya, apapun yang diusahakan tidak akan terwujud, karena ditangan-Nya segala kekuasan. Dengan kesadaran ini, seorang hamba akan lebih giat lagi dalam menghambakan diri atau mengabdi dan beribadah kepada Allah dimanapun dan kapanpun ia berada.

Kedua, As-syukru bi al-lisan (syukur dengan ucapan), yakni mengakui anugerah serta memuji pemberian-Nya dengan mengucapkan kalimah Thayyibah berupa tahmid, yaitu ucapan Alhamdulillah (segala puji hanya kepunyaan Allah). Kalimah ini merupakan ucapan spontanitas seorang hamba yang didalam dadanya telah ada iman yang bersemi dengan subur, sehingga apapun anugerah yang diterima, yang demikian besar dirasakan nikmatnya. Semuanya bersumber dari Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Ketika ia menyadari itu maka terloncatlah secara spontan dari mulutnya ucapan Tahmid tadi.

Ketiga, Asy-syukru bi al-arkan (syukur dengan amal perbuatan), yaitu bekerja, memelihara, memanfaatkan, memfungsikan serta mengembangkan segala anugerah yang diperoleh, sesuai dengan tujuan dan kehendak zat pemberi nkmat itu, itulah barangkali yang diformulasikan oleh syekh Muhammad Abduh dalam tafsir al-Qur'an dengan ungkapan: menggunakan atau memfungsikan nikmat anugerah pemberian sesuai dengan tujuan atau si pemberi nikmat itu.

Dengan kata lain, syukur nikmat itu merupakan perwujudan rasa terima kasih atas suatu nikmat dalam bentuk kegembiraan hati, pujian dan lidah dan tindakan dengan amalan anggota badan dalam wujud penggunaan nikmat itu pada fungsinya dan sesuai dengan kehendak dan keridhaan pemberi nilmat (Allah), bukan menggunakannya pada tempat yang tidak semestinya.



TUJUAN PEMBERIAN NIKMAT

Tujuan Allah menberikan nikmat kepada manusia adalah untuk menjadi sarana ujian dan cobaan, apakah mereka itu sanggup mensyukuri nikmat itu ataukah justru mengingkarinya. Jika manusia mensyukuri nikmat maka manfaat kesyukurannya itu akan kembali kepada dirinya. Sebaliknya, bila mengkufuri nikmat-Nya, maka kekufurannya itu tidak akan mempengaruhi kekuasaan Allah selaku penguasa mutlak dan pemilik sebenarnya dari alam semesta ini (Ali Imran, 97). Bahkan dengan kekufurannya itu manusia akan mendapat azab yang pedih dari Allah SWT (Ibrahim, 7).

Dari sekian banyak nikmat yang yang Allah anugerahkan kepada manusia ada tiga nikmat inti dan penting yang seringkali tidak disyukuri dan disalah fungsikan kegunaannya. Nikmat itu ialah Pendengaran (as-sam'u), penglihatan (al-basharu) dan hati/akal pikiran (al-qalbu/ al-fu-adu). Ketiga nikmat tersebut seringkali tidak difungsikan oleh manusia, atau bahkan digunakan pada hal-hal yang bertentangan dengan tujuan dan kehendak pemberi nikmat itu sendiri (Allah SWT). Padahal tiga nikmat inti itu merupakan piranti utama dalam memanifestasikan dan mengemban tugas pokok manusia sebagai kholifah di atas bumi ini.

Oleh karenanya penyelewengan manusia terhadap tiga nikmat inti itu dapat mendatangkan malapetaka dan akibatakibat besar pada manusia dan kemanusiaan. Bahkan akibat lebih jauh, bagi manusia yang tidak memfungsikan ketiga nikmat inti itu dengan semestinya, ia di akherat kelak akan dilemparkan kedalam api neraka jahanam dan menjadi bahan bakarnya. Oleh Allah SWT manusia seperti ini, derajatnya disamakan dengan derajat binatang, bahkan lebih sesat, lebih hina dan lebih rendah lagi dari binatang.

Firman Allah: “Dan sesungguhnya Kami jadikan kebanyakan (isi neraka jahanam itu dari makhluk jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak difungsikan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata, tidak difungsikan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga, tidak difungsikan untuk mendengar (peringatan-peringatan Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al-A'raf, ayat 179).

NIKMAT KEMERDEKAAN

Pada hari-hari di bulan Agustus ini, kita bangsa Indonesia memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke-69. Sebagaimana telah disepakati bersama, bahwa kemerdekaan yang diproklamirkan bertepatan pada hari Jum'at di bulan Ramadhan adalah bertujuan untuk membentuk suatu pemerintahan Negara yang melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut malaksanakan ketertiban dunia. Salah satu wujud terpenting dalam bersyukur nikmat terhadap kemerdekaan yang telah Allah anugerahkan kepada kita ini, ialah sungguh-sungguh bekerja untuk mengembangkan dan mewujudkan pemerintahan yang bersih, yang dapat memberikan pelayanan yang baik, mencintai, menghormati, dan tidak menyakiti hati rakyat walau sekecil apapun. Selanjutnya kemerdekaan itu harus mampu menciptakan kondisi dan peluang untuk tumbuh dan berkembangnya prakarsa dan kreativitas rakyat. Seiring dengan era reformasi yang telah dicanangkan ini, sebab di tangan rakyatlah kedaulatan yang sesungguhnya di Negara Indonesia yang tercinta ini, dan bukan tangan para penguasa.

Di hari-hari yang amat berat dirasakan. Oleh rakyat dan bangsa, tentu saja akan semakin berat untuk mengatasi krisis multidimensional yang terjadi. Kita harus tetap optimis, dengan modal Sumber Daya Alam (SDA) Negara kita yang luar biasa dengan diimbangi peningkatan SDM , kerja keras, sifat tolong menolong, peningkatan Iman dan Taqwa serta terus meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, maka upaya untuk mewujudkan negeri yang Baldatun Toyyibatun wa Rabbun Ghofur Insya Allah akan benar-benar terealisasi. Akhirnya mari kita senantiasa memohon do'a kepada Allah, sebagaimana dalam do'a dalam Al-Qur'an Surat Ibrahim, ayat 35: “Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman dan makmur, dan jauhkanlah aku dan keturunanku (generasi penerus) dari sikap menyembah berhala”. Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KADO RAMADHAN

KADO RAMADHAN

Jadual Imsakiyah Ramadhan 1437 H

Jadual Imsakiyah Ramadhan 1437 H

AKSI BERSAMA LAZISMU

AKSI BERSAMA LAZISMU

Tanggap Bencana

Tanggap Bencana

CIMB NIAGA SYARIAH