Rabu, 07 Agustus 2013

MERDEKA!!


Kembali Fitri, Lepas dari Belenggu Nafsu Duniawi

Oleh : Najib Sulhan, MA.

"Janganlah kamu seperti seorang perempuan yang mengurai-ngurai benang rajutannya yang telah kukuh dibuatnya" (QS. An-Nahl 92).

Bulan Ramadhan 1434 hijriyah yang penuh berkah, rahmat, ampunan telah bergerak meninggalkan ummat Islam. Banyak kenikmatan yang harus terus disyukuri dan dijaga pelaksanaannya. Kenikmatan itu dirajut hingga menjadi hiasan diri dan perisai diri dalam menghadapi kehidupan yang penuh tantangan, itulah ketaqwaan hakiki.

Banyak pelajaran yang diperoleh dari bulan penuh kenikmatan. Puasa telah memerdekakan umat Islam dari belenggu nafsu. Yaitu nafsu yang hanya memenuhi keinginan fikiran, tanpa kontrol hati nuran dan ketentuan Allah. Namun dengan puasa, segala keinginan bisa ditahan dan dikendalikan.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin menyampaikan bahwa sesungguhnya hawa nafsu itu adalah suatu larangan yang dengannya sekeliling neraka jahannam dikitari. Maka barang siapa terjerumus ke dalam hawa nafsu maka ia terjerumus ke dalam api jahannam. Bahkan lebih dari itu, beliau mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang mengikuti hawa nafsunya tidak berhak untuk ditaati, tidak boleh menjadi imam, dan tidak boleh diikuti. Tekait dengan hawa nafsu, Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melampaui batas.”

Puasa telah mendidik untuk menahan diri dari perilaku semauanya terhadap apa yang dimiliki (sifat tamak dan serakah). Meski harta melimpah, makanan tersedia di meja, dan semua serba ada. Namun dengan sabar ditahan hingga adzan maghrib berkumandang. Jika terhadap apa yang dimiliki masih bisa dikendalikan, maka logikanya apa yang menjadi milik orang lain pun tidak akan diambil. Artinya, dengan puasa ini akan bisa mengontrol diri dan menghormati hak orang lain.

Puasa telah mendidik untuk menghilangkan sikap kepura-puraan (kemunafikan). Puasa merupakan ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah, dan Allah yang langsung membalas. Orang tidak bisa memberikan penilaian secara lahiriyah terhadap yang berpuasa. Jika bukan karena Allah, boleh jadi seseorang mengatakan puasa dengan mengikuti sahur bersama keluarga dan berbuka bersama di rumah, sementara siang harinya tidak berpuasa. Tapi apa artinya jika hal itu dilakukan? Orang yang berpuasa dengan benar, maka akan senantiasa menjaga kemurnian dan ketaatan terhadap aturan yang telah disyariatkan oleh Allah. Nilai-nilai kejujuran sangat menentukan di dalam ibadah puasa.

Puasa telah mendidik untuk menjadi manusia kuat, yaitu sabar dan mudah menahan amarah. Meskipun terkadang di tengah terik matahari harus lapar, tetap bekerja. Terkadang di tengah aktifitas, muncul berbagai godaan. Namun karena semua itu bentuk kecintaan kepada Allah, maka apapun yang ditemui harus dihadapi dengan penuh kesabaran. Sesungguhnya kesabaran itu indikator bagi orang yang jiwanya kuat.. Hal ini seiring dengan hadits Rasulullah saw, ”Tidaklah orang yang kuat itu yang menang dalam bergulat tetapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menguasai hawa nafsunya ketika ia marah.”

Saat ini, di negeri tercinta ini gambaran orang-orang sabar sulit ditemui. Amarah membara di segala lapisan kehidupan. Anak-anak muda begitu mudah sekali disulut emosi sehingga tawuran antar pelajar hampir setiap hari terjadi. Bahkan pertikaian antar warga ikut meramaikan berita di layar kaca. Ini adalah sebuah gambaran betapa lemahnya pertahanan diri saat ini. Dengan puasa semoga terjadi perubahan dalam pengendalian diri.

Puasa telah mendidik untuk meningkatkan kesehatan jasmani. Jika sebelum bulan Ramadhan organ tubuh bekerja tanpa henti, khususnya bagian pencernaan, maka di bulan Ramadhan kerja pencernaan lebih ringan. Jika sebelum bulan Ramadhan perut banyak terisi makanan, seolah tidak ada ruang untuk udara. Ketika berpuasa porsi menjadi seimbang dan normal kembali., yaitu sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara.

Alhamdulillah, ummat Islam diberi kesempatan untuk bertemu dan mengisi agenda bulan Ramadhan. Di tengah kesibukan dunia yang kadang melenakan, membuat kita lupa. Namun bulan Ramadhan bisa dijadikan kontrol terhadap semua kesibukan yang kadang membelenggu nafsu.

Sangat tepat jika Imam Ghozali mengatakan bahwa Ramadhan adalah pulau kecil untuk mencari bekal, pulau persinggahan sementara sebelum sampai pada pulau keabadian, yaitu kehidupan akhirat. Di pulau Ramadhan inilah umat Islam harus banyak berguru dan banyak belajar. Mari kita jadikan ”Pulau Ramadhan” sebagai “Tazkiyatun nafsi”, yaitu upaya kita memerdekakan diri dari belenggu nafsu. Sekali merdeka, tetap MERDEKA!!.

Penulis adalah praktisi pendidikan, penulis buku-buku pendidikan dan anggota Dewan Redaksi majalah LAZISMU Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KADO RAMADHAN

KADO RAMADHAN

Jadual Imsakiyah Ramadhan 1437 H

Jadual Imsakiyah Ramadhan 1437 H

AKSI BERSAMA LAZISMU

AKSI BERSAMA LAZISMU

Tanggap Bencana

Tanggap Bencana

CIMB NIAGA SYARIAH